Thursday, July 11, 2013

DPC PERADIN JAKARTA TIMUR MENDUKUNG PENGUATAN REVISI UU ADVOKAT

Jakarta, 12 Juli 2013 Kepada Seluruh Organisasi Advokat di Indonesia, mari rapatkan barisan untuk merevisi UU Advokat No. 18 Tahun 2013. Kemarin hari Kamis, 11 Juli 2013, Balegnas DPRRI telah menyerahkan usulan seluruh resume/ rangkuman hasil RDPU dari tokoh-tokoh Advokat dan dari Organisasi Advokat kepada Persipar DPRRI untuk segera dapat di Paripurnakan. Ketua DPC PERADIN Jakarta Timur Roy Berto Pangihutan, SH., mengatakan mendukung dan siap menguatkan Anggota DPR RI di Senayan untuk tetap melakukan Revisi Undang-undang Advokat. Kami mengharapkan adanya pasal Multibar dan pasal yang memberikan Hak Menjamin Kliennya oleh Advokat dalam hal penangguhan penahanan.

Tuesday, July 9, 2013

BEBERAPA KATEGORI SIDANG PENGADILAN ANAK DIBAWAH UMUR

Kategori anak yang melakukan tindak pidana dan jenis pidana yang akan dijatuhkan Sebelum kita membahas tentang proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan lebih lanjut, kita akan ketahui terlebih dahulu kategori anak yang melakukan tindak pidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 pasal 1 angka 2 yang berbunyi : 1. Anak yang melakukan tindak pidana. 2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Dan mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 4, yaitu : 1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi di ajukan ke sidang anak. Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, anak di bawah umur yang melakukan kejahatan yang memang layak untuk diproses adalah anak yang telah berusia 8 tahun dan diproses secara khusus yang berbeda dengan penegakan hukum terhadap orang dewasa. Tetapi pada prakteknya penegakan hukum kepada anak nakal terkadang mengabaikan batas usia anak. Contohnya pada kasus Raju yang di sidang di Pengadilan Negeri Atabat Langkat, saat itu dia baru berusia 7 tahun 8 bulan. Tegasnya, anak yang melakukan kejahatan jika dia belum berusia 8 tahun seharusnya tidak diproses secara hukum seperti anak yang telah berusia 8 tahun. Bagi anak yang melakukan tindak pidana yang akan di ajukan ke sidang pengadilan anak harus ditangani oleh hakim yang khusus menangani perkara anak dan petugas-petugas yang khusus menangani perkara anak. Seperti yang tercantum dalam pasal 1 angka 5 sampai 8 Undang-Undang No.3 tahun1997 : 1. Penyidik adalah penyidik anak 2. Hakim adalah hakim anak 3. Hakim banding adalah hakim banding anak 4. Hakim kasasi adalah hakim kasasi anak Dalam pelaksanaannya sidang pengadilan bagi anak adalah tertutup dan suasana pada sidang anak harus menimbulkan keyakinan pada anak dan orang tua bahwa hakim ingin membantu memecahkan masalah pada anak, sebagaimana yang di atur dalam pasal 6 dan pasal 8 Undang-Undang No.3 tahun 1997 : Pasal 6 Hakim, penuntut umum, penyidik dan penasehat hukum serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas. Pasal 8 1. Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup 2. dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dapat dilakukan dalam sidang terbuka. 3. Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. 4. Selain mereka yang disebutkan dalam ayat 3, orang-orang tertentu atas ijin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. 5. Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali atau orang tua asuhnya. Dalam hal jenis pidana dan berat ringannya pidana pada anak yang melakukan tindak pidana dapat dilihat pada pasal 22 sampai pasal 32 Undang-Undang No.3 tahun 1997 : Pasal 22 Terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 23 ayat 3 menetapkan : Selain pidana pokok sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 terhadap anak nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu atau pembayaran ganti rugi. Lalu pasal 24 ayat 1 menetapkan : Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah : 1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. 2. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. 3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Pasal 26 ayat 1 menetapkan : Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pasal 26 ayat 2 menetapkan : Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka2 huruf a, melakukan tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun. B.2 Proses pemidanaan pada tingkat penyidikan Sebelum kita ketahui lebih jauh mengenai proses pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan, kita akan bahas terlebih dahulu mengenai pengertian penyidikan itu sendiri. Menurut pasal 1 butir 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Dalam KUHAP sendiri dikenal ada dua macam pejabat penyidik, yaitu pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (penyidik POLRI) dan pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak pada umumnya adalah ketentuan yang dilanggar dari peraturan pidana yang ada di KUHP, maka penyelidikannya dilakukan oleh penyidik umum yaitu penyidik POLRI. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya pembantu Letnan dua (PELDA) Polisi (sekarang Ajun Inspektur dua Polisi). [2] Meskipun penyidiknya adalah penyidik dari POLRI tapi bukan berarti penyidik POLRI bisa melakukan penyidikan terhadap kasus anak nakal. Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dikenal dengan adanya penyidik anak, penyidik inilah yang berwenang melakukan penyidikan. Mengenai penyidikan diatur dalam pasal 41 Undang-Undang No.3 tahun 1997, yang antara lain : Pasal 41 telah menetapkan bahwa : 1. Penyidik terhadap anak nakal, dilakukan oleh penyidik yang diterapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. 2. Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : • Berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan orang dewasa. • Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. 3. Dalam hal tertentu dan dipandang perlu tugas penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada : • Penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa; atau • Penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Lalu bagaimana proses dari pemidanaan itu sendiri pada tingkat penyidikan?. Proses dari pemidanaan terhadap anak di bawah umur pada tingkat penyidikan telah diatur dalam pasal 42 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Pasal 42 menetapkan : 1. Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan 2. Dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya. 3. Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan. Setelah melakukan penyidikan dapat dilanjutkan dengan penahanan dan penangkapan terhadap anak nakal, sebagaimana tercantum dalam pasal 43, 44 dan pasal 45 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Menurut pasal 1 butir 2 KUHP penangkapan adalah suatu tindakan dari penyidik, berupa pengekangan sementara waktu kebebasan terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan, sedangkan penahanan adalah penempatan terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya. Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 tidak dicantumkan mengenai tindakan penangkapan anak, oleh karena itu dalam hal ini yang digunakan adalah KUHAP sebagai peraturan umumnya. Untuk melakukan penangkapan seorang anak, maka penyidik anak wajib memperhatikan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada yang ditangkap. Surat perintah penangkapan itu berisi tentang identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan dan tempat tersangka diperiksa. Apabila seorang anak nakal tertangkap tangan, maka penangkapannya tidak dilakukan dengan surat perintah dan yang melakukan penangkapan tidak harus dilakukan oleh penyidik anak. Pasal 18 ayat (2) KUHAP memerintahkan kepada penyidik bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tersangka beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Lamanya penangkapan anak nakal sama dengan orang dewasa yaitu paling lama satu hari (pasal 19 ayat 1 KUHAP). [3] Pasal 43 menetapkan : 1. Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan KUHAP. 2. Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu) hari. Setelah tindakan penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan, penahanan ialah penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh penyidik anak atau penuntut umum anak atau hakim anak dengan penetapan, Undang-Undang No.3 tahun 1997 dan KUHAP menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Menurut pasal 21 ayat 1 KUHAP, alasan penahanan adalah karena adanya kekhawatiran melarikan diri, agar tidak merusak atau menghilangkan barang bukti dan agar tidak mengulangi tindak pidana. Sedangkan menurut Hukum Acara Pidana, menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak merupakan keharusan tetapi untuk mencari kebenaran bahwa seseorang melanggar hukum, kemerdekaan seseorang itu dibatasi dengan melakukan penangkapan dan penahanan. [4] Pasal 44 menetapkan : 1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang di duga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 2. Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari. 3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentigan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 10 (sepuluh) hari. 4. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada penuntut umum. 5. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. 6. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, cabang Rumah Tahanan Negara atau di tempat tertentu. Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 1997 menentukan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang di duga keras melakukan tindak pidana (kenakalan) berdasarkan pada bukti permulaan yang cukup kuat. Penahanan dilakukan apabila anak melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun ke atas atau tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang. Jangka waktu penahanan untuk kepentingan penyidikan paling lama adalah 20 (dua puluh) hari, untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh) hari. Dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penyidik harus sudah menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Dalam hal ini apabila anak ditangkap atau ditahan secara tidak sah (tidak memenuhih syarat yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang), maka anak atau keluarganya atau penasehat hukumnya dapat meminta pemeriksaan oleh hakim tentang sahnya penangkapan atau penahanan dalam sidang pra-peradilan. [5] Pasal 45 menetapkan bahwa : 1. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat. 2. Alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus di nyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. 3. Tempat penahanan anak harus di pisahkan dari tempat penahanan orang dewasa. Selama anak di tahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap di penuhi. Sesuai dengan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 1997 dalam tindakan penahanan, penyidik seharusnya melibatkan pihak yang berkompeten seperti Psikolog, Pembimbing kemasyarakatan, atau ahli lain yang diperlukan sehingga penyidik anak tidak salah dalam mengambil keputusan. Pada pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No. 3 tahun 1997, pelanggaran dan kelalaian atas pasal tersebut tidak diatur secara tegas akibat hukumnya, sehingga dapat merugikan anak. Sanksi yang dapat diberikan kepada penyidik anak telah diatur tetapi akibat hukum dari tindakan penahanan tersebut tidak jelas. Perkembangan hukum di bidang pengadilan anak semakin menunjukkan adanya kelemahan KUHAP, terutama yang menyangkut masalah pra-peradilan. Lalu pada pasal 45 ayat (3) Undang-Undang No. 3 tahun 1997, penahanan anak seharusnya di tempatkan secara terpisah dari narapidana anak yang lain dan tidak boleh di gabung dengan tahanan orang dewasa, hal ini untuk mencegah akibat negative dari pengaruh narapidana anak dan orang dewasa apabila si anak belum terbukti melakukan kesalahan atau tindak pidana. C. Hak-hak pada tersangka atau terdakwa anak Selain anak mempunyai hak untuk di lindungi, anak juga mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa, adapun hak-hak tersebut menurut KUHAP adalah : 1. Setiap anak nakal sejak saat di tangkap atau di tahan berhak mendapat bantuan hukum dalam waktu dan setiap tingkat pemeriksaan. 2. Setiap anak nakal yang di tangkap atau di tahan berhak berhubungan langsung dengan penasehat hukumnya tanpa di dengar oleh pejabat yang berwenang. 3. Selama anak di tahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial harus di penuhi. 4. Tersangka anak berhak mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya di ajukan ke pengadilan. 5. Tersangka anak berhak untuk segera di adili oleh pengadilan. 6. Untuk mempersiapkan pembelaan tersangka, anak berhak di beritahukan dengan jelas dalam bahasa yang di mengerti olehnya. 7. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka anak berhak untuk setiap waktu mendapat juru bahasa, apabila ia tidak paham bahasa Indonesia. 8. Dalam hal tersangka anak bisu atau tuli, ia berhak mendapatkan bantuan penerjemah orang yang pandai bergaul. 9. Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukum sesuai dengan ketentuan KUHAP. 10. Tersangka atau terdakwa anak yang dikenakan penahanan berhak di beritahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa anak yang bantuannya di butuhkan oleh tersangka atau terdakwa anak. 11. Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjugan dari pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan tersangka atau terdakwa anak. 12. Tersangka atau terdakwa anak berhak secara langsung atau dengan perantara penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan keluarga. 13. Tersangka atau terdakwa anak berhak menghubungi dan menerima kunjugan rohaniawan. 14. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk di adili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. 15. Tersangka atau terdakwa anak berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi guna memberikan keterangan. 16. Tersangka atau terdakwa anak tidak di bebani dengan kewajiban pembuktian. 17. Tersangka atau terdakwa anak berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana di atur dalam pasal 95 KUHAP. Dengan di aturnya hak-hak di atas walaupun tersangka atau terdakwa masih anak-anak, petugas pemeriksaan tidak boleh menghalang-halangi penggunaannya dan sebaiknya sejak awal pemeriksaan sudah diberitahukan hak-hak tersebut.