Thursday, January 31, 2013

10 Advokat Ajukan Pengujian UU Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 Di Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
Registrasi Nomor : 59/PUU-X/2012


Tentang
Penyelenggaraan Lembaga Bantuan Hukum,
Kewenangan Lembaga Bantuan Hukum dan Kewenangan Pengelolaan Anggaran
Untuk Bantuan Hukum Cuma-Cuma

I. PEMOHON
1. Dominggus Maurits Luitnan, S.H.;
2. Suhardi Somomoelyono, S.H., M.H.;
3. Abdurahman Tardjo, S.H.;
4. Paulus Pase, S.H., M.H.;
5. TB. Mansjur Abubakar, S.H.;
6. Umar Tuasikal, S.H., M.H.;
7. Hj. Metiawati, S.H., M.H.;
8. Shinta Marghiyana, S.H..
Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai Para Pemohon
II. POKOK PERKARA
Pengujian Formil UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum terhadap UUD
1945.
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Para Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa
ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah :
ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah :
1. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
“menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”.
2. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, Formil UU No. 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
memeriksa dan mengadili permohonan Para Pemohon
IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING)
Para Pemohon adalah perorangan warga Negara Indonesia yang berprofesi
sebagai advokat, Para Pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya berpotensi dirugikan oleh berlakunya ketentuan Formil UU No. 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI
A. NORMA FORMIL
UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu :
− Pasal 24 ayat (3)
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang
− Pasal 28D ayat (1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
− Pasal 28D ayat (1)
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja
VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena :

1. Proses pembentukan UU BAntuan Hukum tidak didasarkan pada kejelasan
tujuan, rumusan dan materi muatan tidak mencerminkan asas pengayoman,
kesamaan kedudukan dalam hukum dan ketertiban dan kepastian hukum;
2. Ketidakjelasan tujuan mengenai siapa yang memberikan bantuan hukum Cuma-
Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu dan asas ketidak jelasan
rumusan tentang pilihan kata atau rumusan kata “bantuan hukum” ini
menimbulkan multi tafsir dan menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya;
3. Pembentukan UU Bantuan Hukum tidak memperhatikan Pasal 96 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan serta tidak didasarkan pada asas keterbukaan baik dalam
perencanaan, penyusunan dan pembahasan;
4. Pembentukan UU Bantuan Hukum tidak didasarkan pada asas keadilan, sebagai
contoh pada materi muatan Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 9 huruf (a);
5. Ketentuan Pasal 9 huruf (a) UU Bantuan Hukum yang memberikan kewenangan
kepada pemberi bantuan hukum untuk melakukan rekruitmen terhadap
paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum menurut Para Pemohon adalah
tidak adil dan tidak ada kepastian hukumnya, dan ketentuan tersebut
berbenturan dengan kepentingan para Pemohon;
6. Karena kedudukan para advokat selaku penegak hukum sama dengan polisi,
jaksa dan hakim, sehingga advokat berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sesuai dengan
ketentuan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, namun pada kenyataannya saat Polisi,
Jaksa dan Hakim mendapat imbalan dari Negara berupa Gaji tetapi advokat
tidak mendapatkannya;
7. Ketentuan Pasal 56 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 60B ayat (2) UU No. 50 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Pasal 144C ayat (2) UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU
No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menunjukan bahwa
Negara menanggung biaya bagi pencari keadilan yang tidak mampu, dalam hal
ini advokat memiliki kewajiban untuk mengelola anggaran yang dimaksud
tersebut;
8. Pada kenyataanya pengelola anggaran tersebut masih dipegang oleh
Mahkamah Agung, Kepolisian dan Kejaksaan Agung sesuai dengan Pasal 22
UU Bantuan Hukum, dimana kemudian akan dikelola oleh Kemeterian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, padahal Kementerian dan Lembaga Negara tersebut
tidak memiliki kewenangan mengelola anggaran untuk bantuan hukum Cuma-
Cuma tersebut.
VII. PETITUM
1. Mengabulkan dalil permohonan para Pemohon;
2. Menyatakan bahwa pembentukan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945
dan;
3. Menyatakan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat;
4. Apabila Putusan Mahkamah Konstitusi dikabulkan permohonan para Pemohon
wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment